Keputusan sirkuler merupakan alternatif pengganti apabila
para pemegang saham tidak dapat melaksanakan RUPS baik secara langsung dan
tidak langsung. Secara normatif, keputusan sirkuler membutuhkan persetujuan
seluruh pemegang saham agar memiliki kekuatan hukum yang tetap selayaknya RUPS,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 91 UU PT. Namun, dalam praktik, tidak semua
organ perusahaan mematuhi ketentuan syarat tersebut sehingga berimplikasi pada
perbuatan melawan hukum, sebagaimana terlihat dalam Putusan Nomor
508/Pdt.G/2021/Pn.Jkt.Pst mengenai penggantian dan pemberhentian anggota
direksi, serta persetujuan untuk merubah susunan saham PT. FMJ melalui
keputusan sirkuler yang tidak disetujui
oleh seluruh pemegang
saham. Metode yang digunakan adalah hukum normatif.
Sifat penelitian adalah preskriptif dengan menggunakan data sekunder yang
diperoleh melalui teknik pengumpulan data dan analisis data. Pendekatan
penelitian menggunakan pendekatan perundang- undangan, pendekatan kasus, dan
pendekatan komparatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum
bagi direksi khususnya terkait dengan penggantian dan pemberhentian direksi
melalui keputusan sirkuler belum optimal. Hal tersebut disebabkan karena
pengaturan mengenai keputusan sirkuler
di Indonesia yang saat ini terbatas hanya pada 1 (satu)
pasal saja, serta tidak ada pengaturan lebih
lanjut mengenai prosedur, jangka waktu, dan
tidak ada pembatasan penggunaan keputusan sirkuler, sehingga berpotensi
menimbulkan ketidakpastian hukum
dan perlindungan hukum
yang kurang optimal bagi direksi PT di Indonesia.
Oleh karena itu, untuk menjamin kepastian hukum serta perlindungan hukum yang
optimal bagi direksi, maka diperlukan pengaturan terkait keputusan sirkuler
yang lebih terang dan jelas, serta diperlukannya penguatan peran Dirjen AHU
untuk menyeleksi secara ketat terhadap setiap perubahan anggaran dasar PT.
Comments
Post a Comment